Kejutan Nyepur Mudik Kali ini - Ruang Tunggu

9/28/11

Kejutan Nyepur Mudik Kali ini

Ada beberapa kejutan dari PT KAI yang saya rasakan ketika pulang ke Jogja kali ini (Jumat, 23 September 2011). Pertama, tiket KA Progo dikabarkan telah habis. Bahkan rombongan kami yang biasanya dijatah 6 tiket di Wates, kali ini tidak mendapat jatah sama sekali. Tiket sudah terjual habis. Demikian seorang kawan yang turun di Wates mengonfirmasi.
 
Di Stasiun Lempuyangan kondisinya tidak jauh berbeda, tiket juga sudah tidak tersisa. Berharap semoga di Brambanan masih tersedia, begitu turun dari kereta, saya  segera mengecek ke loket, tetapi tiket sudah dinyatakan habis. Wah, kalau begini mau balik pakai apa? Sedangkan tiket Bisnis dan Eksekutif dikabarkan juga telah habis. Tidak ada alternatif selain berburu tiket dari calo atau berpindah ke angkutan lain. Alhamdulillah, seorang kawan berhasil mendapatkan tiket dari calo meski harganya menjadi Rp. 65.000, padahal harga aslinya adalah Rp. 35.000.
 
Fenomena ini ternyata terjadi karena tiket untuk KA Ekonomi sudah bisa dipesan 7 hari sebelum keberangkatan sebagaimana sudah diberlakukan di Jakarta. Alhasil, para calo memanfaatkan keadaan dan memborong sebagian besar tiket yang dijual. Bahkan dari pengakuan seorang calo, yang saya peroleh dari penuturan seorang kawan, ia rela membayar tukang becak sebesar 30 ribu untuk antri membeli tiket.
 
Ternyata kejutan belum berakhir. Ahad, 25 September 2011, ketika hendak balik ke Jakarta, di Stasiun Brambanan dipasang pengumuman:

Mulai 1 Oktober KA feeder Progo relasi Lempuyangan-Klaten tidak dijalankan (batal). Bagi penumpang yang menghendaki tiket Progo dapat dilayani dari Stasiun Brambanan dengan ketentuan penumpang harus naik dari Stasiun Lempuyangan.

Kepala Stasiun Brambanan

Biasanya saya naik KA Progo dari Stasiun Brambanan menggunakan KA penjemput relasi Lempuyangan-Klaten. Maka jadilah pekan depan saya harus pergi ke Stasiun Lempuyangan agar bisa naik KA Progo. Dan itu artinya lebih jauh.
***
Baru-baru ini, PT KAI mengumumkan kebijakan baru sebagai langkah  pembenahan dan perbaikan di semua lini. Mulai 1 Oktober 2011, PT KAI hanya akan menjual tiket kereta sesuai jumlah tempat duduk yang ada (22 September 2011, http://www.kereta-api.co.id), artinya tidak ada lagi penumpang berdiri, tidak ada lagi berdesak-desakan. “Semua penumpang yang naik dipastikan mendapat nomor tempat duduk dan duduk manis sesuai nomornya masing-masing. Tidak lagi berjubel atau duduk di bawah sehingga tercipta suasana yang aman dan nyaman bagi penumpang,” demikian seperti dikutip dari situs resmi PT KAI. Bahkan seorang petugas mengatakan para pedagang juga akan ditertibkan. Entah apa makna ditertibkan itu, apakah tidak boleh masuk kereta, atau hanya dibatasi.
Kabar lain yang beredar, seluruh KA Ekonomi akan dipasang AC pada periode 2012 mendatang. Sebuah kabar baik bagi yang tidak suka gerah, tetapi kabar kurang baik bagi orang-orang yang alergi AC. Tiket peron juga akan ditiadakan. Sepertinya hal ini melanjutkan kisah sukses penanggulangan berjubelnya penumpang di stasiun dengan melakukan penghapusan tiket peron selama lebaran kemarin. Selain itu, penghapusan ini juga mengurangi masuknya penumpang tak bertiket. Tentunya ini kabar bagus bagi para penumpang kereta api, khususnya para penumpang KA Kelas Ekonomi seperti saya yang selama ini harus merasakan berdesak-desakan dan ketidaknyamanan di dalam kereta. Biasanya dalam KA Ekonomi tingkat okupansi tempat duduk mencapai 150%, sedangkan pada KA Bisnis tingkat okupansi mencapai 125%, yang berarti bahwa  sisa dari 100%nya tidak mendapat tempat duduk. Sampai sini timbul pertanyaan di benak saya, mau dikemanakan sisa penumpang yang tidak mendapat tempat duduk itu?
 
Sejak lebaran lalu, dari Yogyakarta memang dioperasikan kereta ekonomi AC bernama Gajah Wong. Barangkali ini yang diharapkan menjadi tempat “pelarian” para penumpang yang tidak mendapat tempat baik di KA Bisnis maupun di KA Ekonomi. Saya sebut “pelarian” karena waktu keberangkatan KA ini adalah 19.30 dari Lempuyangan, Yogyakarta, tetapi pada praktiknya bisa sampai pukul 21.30. Bayangkan, jam berapa baru sampai di Jakarta. Mungkin baru pukul 8 atau 9. Padahal pada jam itu, aktivitas kantor sudah mulai.  Maka, saat ini, kereta ini masih menjadi tempat “pelarian” yang belum representatif.
 
Meski belum optimal, tetapi pembenahan-pembenahan yang dilakukan PT KAI perlu mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak, khususnya para pengguna kereta. Karena bagaimanapun, pembenahan tidak bisa dilakukan sendiri oleh PT KAI tanpa melibatkan pihak lain. Maka, kita tunggu saja bagaimana perkembangannya. Semoga, ke depan, kereta api menjadi sarana transportasi yang lebih aman dan nyaman.

Gambar diambil dari sini

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Silakan meninggalkan komentar Anda di sini