Inspirasi Jejak Parenting Ibunda Nabi - Ruang Tunggu

2/1/12

Inspirasi Jejak Parenting Ibunda Nabi

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.”
(Q.s. al-Ahzab [33]: 21)

Dalam Q.s. al-Ahzab [33]  ayat 21, Allah  menegaskan tentang adanya teladan yang baik pada diri Rasulullah. Dalam segala hal, terkait dengan peri kehidupan beliau. Maka sempat tebersit dalam benak saya ketika membaca fragmen awal dari kisah hidup beliau mulai dari dilahirkan lantas disusukan kepada halimah, kemudian dikembalikan lagi kepada ibundanya (Aminah).

Sebagaimana kita ketahui lazimnya pola asuh masyarakat Mekah kala itu, seorang anak akan diserahkan kepada ibu susu untuk disusukan selama dua tahun. Dan rata-rata asal keluarga ibu susu tersebut adalah dari kampung (Badwy). Masyarakat Mekah menganggap bahwa lingkungan di kota sudah rusak dan dipenuhi dengan penyakit-penyakit masyarakat. Tetapi tentu saja, pemilihan orangtua asuh tidak dilakukan dengan sembarangan, silsilah keluarga dan track recordnya di masyarakat juga dipertimbangkan. Dengan menyerahkan pengasuhan dan penyusuan kepada para orang-orang Badwy, mereka berharap anaknya kelak akan tumbuh lebih kuat,  jauh dari pengaruh buruk pergaulan kota serta diharapkan memiliki tutur kata yang santun dan fasih, sebagaimana dimaklumkan pada waktu itu bahwa rata-rata penyair ulung Arab berasal dari orang-orang Badwy.

Aminah, Ibunda Rasulullah, sebagaimana wanita Arab pada waktu itu juga memercayakan penyusuan anaknya pada orang-orang yang datang dari kampung tersebut. Setelah menunggu beberapa waktu, dengan takdir Allah, maka dipetemukanlah ia dengan Halimah as-Sa'diyah dan suaminya, Harits. Selanjutnya, selama 2 tahun itulah bersama suaminya, Halimah membesarkan Muhammad kecil di desa Badwy. Setelah genap 2 tahun masa penyusuan, Halimah berkunjung kembali ke Mekah untuk menemui Aminah, bukan untuk mengembalikan Muhammad kecil, melainkan meminta perpanjangan waktu pengasuhan.

Barulah pada saat usia Muhammad kecil kira-kira menginjak 4 tahun, Halimah mengembalikannya kepada Aminah. Dia merasa khawatir setelah sebelumnya, Abdullah, saudara sepersusuan Muhammad, bercerita telah melihat dua orang laki-laki berjubah membelah dada Muhammad kecil. Pada saat itu, Muhammad kecil telah berkembang menjadi anak yang santun dengan tutur kata yang fasih dan akhlak yang mulia. Bahkan dua tahun setelahnya, Muhammad kecil menunjukkan kualitasnya dengan tetap sabar dan santun merawat ibundanya yang jatuh sakit di perjalanan sedari berziarah ke makam ayahnya di Yatsrib, sebelum akhirnya harus menanggung kesedihan dengan meninggalnya sang ibu.

Yang saya cermati dari sekilas kisah hidup beliau ini adalah cara pengasuhan terhadap baginda Nabi Saw. Di benak saya kemudian bermunculan pertanyaan-pertanyaan: “Apakah pola asuh semacam itu—membesarkan anak di daerah yang belum banyak terkontaminasi rusaknya pergaulan kota besar—bisa juga dilakukan pada saat ini? Masihkah itu relevan? Jika iya, bagaimana teknisnya? Apakah dengan mengambil ibu asuh sebagaimana Aminah? Ataukah mengasuhnya sendiri, orangtua saja yang pindah ke tempat semacam itu? Apakah tempat itu harus di daerah yang jauh dari hiruk pikuk kota ataukah tempat itu bisa di mana saja, tetapi memiliki kualitas dengan kualitas dan karakteristik lingkungan yang sepadan? Apakah waktu 4 tahun—Rasulullah dikembalikan kepada Aminah pada usia 4 tahun—sudah cukup untuk menyiapkannya menghadapi kehidupan kota yang  demikian semrawut?

Saya tertarik mendalami ini, karena pada akhirnya nanti, insya Allah, jika Allah mengizinkan, tentu saya juga akan punya anak. Tulisan ini murni ingin mengajak diskusi, barangkali ada teman-teman yang juga tertarik mengetahui hal yang sama, atau memiliki pendapat tersendiri soal ini, silakan disampaikan. Dan jika kolom tanggapan di bawah ini tidak cukup, kiranya berkenan untuk dibuat postingan di blog maupun notes antum. Kemudian menyertakan tautan di bawah postingan ini.

Saya sadar bahwa setiap apa yang ada pada diri Nabi memiliki rahasianya tersendiri, maka, pola pengasuhan semacam ini, saya yakin juga memiliki keunggulan tersendiri. “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.”
(Q.s. Al-Ahzab [33]: 21).

Wallahu a'lam.

Gambar diambil dari sini

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Silakan meninggalkan komentar Anda di sini