Jarak dan Calon, eh... Calo - Ruang Tunggu

3/20/12

Jarak dan Calon, eh... Calo

Entah ini kabar baik atau kabar buruk, mulai Kamis, 8 Maret 2012 lalu, PT KAI memberlakukan reservasi pemesanan tiket H-90. Berita di beberapa media menyebutnya kabar baik. Namun, ternyata tidak bagi saya, setidaknya belum untuk saat ini. Sebabnya, saya baru tahu kabar ini Senin, 11 Maret 2012, selisih 4 hari dari waktu pemberlakuan kebijakan baru tersebut. Dan ketika mengecek ketersediaan tiket untuk kepulangan tanggal 16 Mei 2012 (ada long weekend 4 hari), ternyata sudah tidak ada lagi yang tersisa (di loket resmi). Akhirnya, harapan beralih pada tiket ekonomi yang belum dijual (biasanya saya memang memakai kereta ekonomi, tetapi karena susah dapatnya, jadi mencoba alternatif kereta bisnis).

Kebijakan baru PT KAI sudah sepatutnya diapresiasi dengan baik. Sejak 1 Oktober 2011 lalu sudah tidak akan ada lagi tiket berdiri, okupansi kursi hanya sebesar 100%, tidak 150% sebagaimana pernah berlaku dahulu. Tiket juga bisa sudah bisa dipesan jauh hari sebelum keberangkatan. Namun demikian, kebijakan baru PT KAI di mana tiket bisa dibeli H-90 (untuk kereta bisnis dan eksekutif) dan H-40 (untuk kereta api ekonomi-mulai 1 April 2012), di sisi lain menyimpan potensi merugikan bagi penumpang. Bagaimana tidak, perjalanan dengan menggunakan kereta api harus direncanakan paling tidak 3 bulan sebelumnya. Sudah jamak diketahui bahwa pada 2 hari pertama penjualan biasanya tiket sudah habis. Kemudahan yang ditawarkan PT KAI seperti pembelian via online, Kantor Pos atau Indomaret agaknya juga tidak bisa maksimal diandalkan. Maka, harapan bagi mereka yang kepergiannya tentative atau dadakan untuk mendapatkan tiket sekarang beralih dari loket resmi kepada calo.

Calo selama ini telah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari dunia perkeretaapian di Indonesia. Betapa tidak, hampir di setiap akhir pekan, tidak sedikit penumpang yang tidak kebagian tiket di loket resmi baru bisa mendapatkannya dari calo. Tentu dengan harga yang berlipat dari harga normalnya. Bagi yang belum tahu apa itu calo, KBBI menyebutnya sebagai “Orang yg menjadi perantara dan memberikan jasanya berdasarkan upah.” Namun, pada praktiknya, calo telah berubah makna sebagaimana yang dikemukakan Akhmad Jamal Yuliarto, “Orang yang mampu mendapatkan tiket dengan mudah dan membuat orang lain terpaksa membeli tiket melalui mereka dengan harga yang lebih tinggi daripada harga resminya” (Akhmad Jamal Yuliarto, Calo Kereta Api: 2004). Bukannya mempermudah sebagaimana definisinya di KBBI, calo justru membuat keresahan dengan mempermainkan harga tiket demi keuntungan sendiri.

Permasalahan calo memang sudah ada sejak lama dan barangkali akan terus ada hingga entah kapan. Pasalnya, sampai saat ini belum ada payung hukum yang bisa menjadi dasar bagi pihak berwenang untuk mengatasi persoalan calo. Sementara itu, pihak stasiun terkesan cuci tangan dalam masalah ini. Yang penting tiket habis, lalu mereka tidak mau tahu apa yang terjadi selanjutnya. Maka anggapan bahwa para calo memiliki akses langsung kepada tiket barangkali memang bukan sekadar isapan jempol. Ada petugas yang ikut terlibat, atau jika tidak, ada semacam pembiaran.

Pemberlakuan kebijakan baru ini perlu dikawal agar calo tidak lagi merajalela atau bahkan malah semakin berjaya. Sudah saatnya PT KAI peduli kepada kesulitan konsumen mendapatkan tiket dengan tindakan nyata. Bukan sekadar kata-kata. Saya, sebagai pengguna tidak bisa berharap banyak selain hanya menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini. Pulang kampung sekarang benar-benar menjadi pemikiran tersendiri, benar-benar harus direncanakan jauh-jauh hari, di samping soal harga tiket yang pada akhir pekan lebih mahal dari hari biasa.  Namun sekali lagi, sebagai pengguna saya hanya bisa menyesuaikan diri, sambil terus berharap, perbaikan di PT KAI berjalan lebih cepat dan efisien.

021-20032012

Di tengah jarak Jogja-Jakarta yang kian terasa jauhnya

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Silakan meninggalkan komentar Anda di sini