Sesederhana Berbagi - Ruang Tunggu

2/18/12

Sesederhana Berbagi

Ahad malam itu, ba'da  shalat Isya' di masjid dekat kos, saya diingatkan kembali tentang sebuah hikmah, berbagi dalam maknanya yang paling sederhana. Berbagi ketulusan, berbagi dengan apa yang kita punya. Malam itu, terlihat seorang ustadz menghadapi sejumlah jama'ah memberikan materi pengajaran bahasa Inggris. Saya tidak tahu latar belakang pendidikan beliau, tetapi dari penampilannya, terlihat bahwa beliau lebih pantas menyampaikan materi pelajaran bahasa Arab. Terbukti, di tengah materi tidak jarang beliau menyepadankan sebuah kata dengan artinya dalam bahasa Arab.

 Meski tidak bisa dibilang banyak, tetapi jumlah peserta pengajaran bahasa Inggris di masjid ini   lumayan juga. Terdiri dari anak SD, anak SMA hingga bapak-bapak, serta tak lupa beberapa sarjana dan diploma. Barangkali karena peserta yang beragam inilah, materi yang disampaikan menjadi kurang terstruktur dan cenderung gado-gado. Barangkali sang ustadz tidak menyangka bahwa pesertanya akan seheterogen ini. 

 Di luar fakta bahwa terdapat sedikit kesalahan yang beliau lakukan ketika memberikan pelajaran sehingga mendorong saya melakukan koreksi, ada hal yang ingin saya garis bawahi di sini, bahwa berbagi itu ternyata tak harus mahal dan bahwa akan selalu ada yang bisa kita bagi, meski kita hanya punya sedikit. Tetapi prinsipnya memang untuk berbagi kita harus punya dulu. Bapak itu mungkin tidak terlalu jago untuk urusan bahasa Inggris, tetapi beliau mendedikasikan apa yang dipunya itu dengan berbagi, meski dengan materi yang sederhana. Tetapi itulah usaha beliau. 

 Saya pun tergelitik bertanya pada diri saya: “Bagaimana denganku? Bukankah kau juga punya hal yang bisa kau bagi, mungkin lebih banyak dari bapak itu, mengapa tidak kau lakukan?” Saya benar-benar merasa malu. Apalagi ketika kemudian sang ustadz bertanya latar belakang pendidikan saya, yang lantas dengan malu-malu saya jawab: “Sastra Inggris”.  Akhirnya beliau meminta saya untuk meluangkan waktu hadir dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sebuah permintaan yang mungkin tak bisa saya penuhi secara maksimal. Pasalnya, seringkali saya berada di perjalanan antara Jogja-Jakarta pada saat pertemuan itu berlangsung. Tetapi dalam hati saya berjanji, jika saya tidak pulang, saya akan hadir, insya Allah. 

 Ya, malam itu saya belajar tentang sebuah hal, bahwa ternyata ada hal-hal kecil yang bisa dibagi. Ia tidak harus sesuatu yang muluk, ia bahkan bisa sangat sederhana. Semampu kita, yang penting tulus. Sesederhana dan setulus senyum dan wajah berseri yang kita tampakkan pada saudara kita.[] 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Silakan meninggalkan komentar Anda di sini